Thursday 9 May 2019

Saturday 19 November 2016

Saturday 5 November 2016

YADNYA SEBAGAI SIMBUL KESEIMBANGAN HUKUM ALAM SEMESTA




Kata Yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari akar kata “yaj”yang artinya memuja, mempersembahkan, atau korban. Kemudian penulisandi indonesiakan dari Yajna menjadi Yadnya. Dalam kitab Bhagawadgita dijelaskan Yadnya artinya suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh keiklasan dan kesadaran untuk melaksanakan persembahan kepada Tuhan. Yadnya berarti upacara persembahan korban suci. Pemujaan yang dilakukan dengan mempergunakan korban suci sudah barang tentu memerlukan dukungan sikap dan mental yang suci juga.
Jika kita lihat dari tujuan pelaksanaan Yadnya yang dijelaskan diatas maka secara umum fungsi dari Yadnya adalah sebagai sarana untuk mengembangkan serta memelihara kehidupan agar terwujud kehidupan yang sejahtra dan bahagia atau kelepasan yakni menyatu dengan Sang Pencipta. Berdasarkan uraian diatas dapat dijabarkan fungsi dari pelaksanaan Yadnya, yaitu sebagai berikut:

  1. Sarana untuk mengamalkan Weda
  2.  
    Yadnya adalah sarana untuk mengamalkan weda dan dilukiskan dalam bentuk symbol atau niyasa.Yang kemudian symbom tersebut jadi relisasi dari ajaran agama hindu.
     

  1. Sarana untuk meningkatkan kualitas diri

Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya atman dengan brahman ( brahman atman aikyam ) dapat tercapai. Dalam upaya meningkatkan kualitas diri, umat Hindu selalu diajarkan untuk buatan baik. Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui Yadnya. Dengan demikian setiap yadnya yang kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman.

  1. Sebagai sarana penyucian

Dengan sebuah Yadnya sesuatu hal bisa disucikan seperti diadakannya Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya yaitu pada bagian-bagian tertentu mengandung makna dan tujuan untuk penyucian atau pembersihan.

  1. Sarana untuk terhubung Kepada Ida Sang Hyang Widhi Yadnya merupakan   sarana   yang  dapat

digunakan untuk mengadakan hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya, seperti yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Sarana untuk mengungkapkan rasa terima kasih

Dengan sebuah yadnya seseorang mampu mengungkapkan rasa syukur dan ucapan terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sesame manusia, maupun kepada alam, seperti yang sudah biasa  dilakukan dalam penerapan Panca Yadnya.
Bila direnungkan tujuan diadakannya sebuah Yadnya yaitu untuk membalas Yadnya yang dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam semesta beserta isinya. Hal tersebut dapat kita lihat dari sloka dibawah ini: “sahayajnah prajah srishtva, paro vacha pajapatih, Anema prasavish dhvam, esha yostvisha kamaduk” Artinya: Pada zaman dulu kala Praja Pati (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan manusia dengan Yadnya dan bersabda.

Dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamanduk (memenuhi) dari keinginanmu. Dari sloka di atas dapat kita lihat secara jelas, bahwa kita melaksanakan Yadnya atas dasar Tuhan mengawali menciptakan dunia besrta isinya berdasarkan Yadnuhan itu diteruskan agar kehidupan di dunia ini berlanjut terus dengan saling beryadnya.

 Bukankah akibat dari Tuhan berbuat Yadnya itu menimbulkan Rnam (hutang). Kemudian agar tercipta hukum keseimbangan, maka hukum itu harus dibayar dengan Yadnya (Tri Rna). Tri Rna ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dibayar dengan pelaksanakan Panca Yadnya. Dimana Dewa Rna dibayar dengan Dewa Yadnya dan dibayar dengan Bhuta Yadnya, kemudian Rsi Rna dibayar dengan Rsi Yadnya, dan yang terakhir yaitu Pitra Rna dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Memang konsep Agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan.

 Dengan terwujudnya  keseimbangan berarti terwujud pula keharmonisan hidup yang didambakan oleh setiap orang didunia ini. Untuk terwujudnya keseimbangan tersebut dalam Umat Hindu diajarkan Tri Hita Karana yaitu tiga factor yang menyebabkan terwujudnya suatu kebahagiaan. Berkaitan dengan itu, dalam Bhagawadgita III.2 menyebutkan: “ishtan bhogan hivodeva, donsyante yajna bhavitah, tair dattan apradayabho, yobhunkte stena eca sah” Artinya: Dipelihara oleh

Thursday 3 November 2016

AKSARA SUCI PENYATUAN ALAM SEMESTA BESERTA ISINYA







Aksara yang menyangkut dengan badan manusia dan alam semesta ini dapat di pergunakan ke hal positif(mengobati) manusia dari pengaruh ilmu hitam  maupun negatip(menyakiti) dalm artian dapat juga dipakai sebagai menyakiti manusia,di bawah ini di terangkan dalam lontar usada tiwas punggung:


Lontar Usada Tiwas Punggung menguraikan, Dasa Aksara atau sepuluh huruf itu terdiri atas Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Uang, Yang.Huruf-huruf ini berasal dari suku kata Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya yang tujuannya untuk memuliakan Dewa Siwa. 

Huruf-huruf ini memiliki tempat masing-masing, baik di dalam tubuh maupun alam semesta. Sang dengan kekuatan Dewa Iswara berlokasi di jantung, di alam semesta berada di timur. Bang di hati (selatan), dewanya Brahma. Tang di ginjal (barat), Dewa Mahadewa. Ang di empedu (utara), Dewa Wisnu. Ing di pertengahan hati (tengah), Dewa Siwa. Nang di paru (tenggara), Dewa Maheswara. Mang di usus (barat daya), Dewa Rudra. Sing di limpa (barat laut), Dewa Sangkara. Uang di kerongkongan dan anus (timur laut), Dewa Sambu. Yang terletak di urutan rangkai hati (tengah), Dewa Guru. 

Karakter sebagai lambang dari kekuatan dewa inilah yang diolah untuk membangkitkan kekuatan spiritual atau energi, baik bersifat positif maupun negatif.Pengolahan karakter di dalam tubuh ini bisa digunakan untuk pengobatan dan juga untuk menyakiti. Termasuk ilmu leak juga merupakan pengolahan huruf-huruf ini. 

Sesuai kepentingan orang yang mempelajari, sepuluh karakter ini bisa diringkas atau dirangkum yang disebut Pengrukun Dasaksara. Huruf ini disatukan menjadi lima huruf dengan kekuatan Panca Dewata.Kemudian diolah lagi menjadi tiga huruf (Tri Sakti) yaitu Ang, Ung, Mang. Ketiga huruf ini merupakan lambang Dewa Brahma, Wisnu dan Iswara. Dalam tingkatan spiritual tertentu tiga huruf ini diolah menjadi dua huruf Ang dan Ah sebagai simbol bumi dan langit. Dan yang paling terakhir adalah menjadi huruf OM sebagai lambang Tuhan. 

Pengolahan huruf ini disesuaikan dengan kemampuan spiritual yang dimiliki.Hal ini membutuhkan proses cukup panjang. Ibarat seorang murid, semakin tinggi sekolahnya berarti semakin singkat huruf yang digunakan. Murid yang baru belajar biasanya disuruh menghafal sepuluh huruf tersebut. Bila sudah naik kelas, dia akan diajarkan bagaimana mengolah huruf itu menjadi lima, tiga dan dua. 

Huruf-huruf ini juga bisa digunakan untuk melakukan diagnosa penyakit. Hal ini bisa diketahui melalui suara yang ditimbulkan. Penyakit yang ditimbulkan oleh air ketuban biasanya menimbulkan efek warna kuning, suara yang terdengar adalah Sing. Penyakit akibat darah akan berwarna merah, suaranya Ang.Penyakit akibat lemas, suaranya terdengar Yang. Penyakit akibat ari-ari, menimbulkan bungi Ung. 

Sesuai tingkatannya, Ilmu Kanda Empat dapat dipilah menjadi Kanda Pat Butha, Kanda Pat Rare, Kanda Pat Nyama, Kanda Pat Dewa, Kanda Pat Subhiksa, Kanda Pat Sari dan Kanda Pat Moksa. Namun sebuah salinan lontar yang ditulis tangan menyebutkan Kitab Kanda Pat yang lain bernama sarining Kanda Pat Sari. Salinan lontar itu berisi tentang ilmu-ilmu gaib aliran kiri dan kanan yang disebut Ngiwa Tengen. Jika tekun mempelajarinya, menurut isi lontar tersebut, akan terhindar dari marabahaya, berbagai bentuk tindak kejahatan (durjana), menjaga keluarga, dan terhindar dari serangan ilmu hitam. Namun barangsiapa mencampakkan atau menghina ilmu sarining Kanda Pat Sari ini, dia akan terkenan kutukan. Dia akan terkena penyakit yang tak bisa diobati secara medis, gila dan pendek usia. 

Seperti bunyi salah satu bait lontar tersebut "Yan Sira arep sakti sidi ngucap, kinasihing dening jagat, muang ton kekurangan pangan kinum, iki kaweruh Akena, pawarah batara ring dalem. .. ", yang artinya kalau Anda ingin sakti, disayang alam dan tak kekurangan makan minum, sebaiknya memuja Bhatara di Pura Dalem. Mungkin maksudnya mempelajari ilmu sarining Kanda Pat Sari karena ilmu ini merupakan anugerah Dewa yang beristana di Pura Dalem. 

Ada persyaratan untuk mempelajari ilmu ini, di antaranya melakukan persembahyangan yang dimulai dari Pura Dalem Tungkub, kemudian ke Pura Mrajapati, ke kuburan (tempat pembakaran jenasah) , ke Pura Desa dan Pura Peseh. 
Sebab akan membuat ilmu tersebut menjadi lebih sempurna. Salah satu mantra untuk membangkitkan ilmu sarining Kanda Pat Sari adalah "Ang Brahma Ka Idep, Ung Wisnu Sidi, Mang Iswara Mandi, Jatasemat Sidaning Adnyana 


Demikian ulasan saya tentang aksara suci penyatuan alam semesta beserta isinya.Dengan ini kita saling belajar mengenal kan budaya bali kepada generasi penerus agar budaya kita tidak di tiru oleh negara lain mari kita sama sama menjaga dan melestarikan budaya bali.

AJARAN KANDA PAT BERKAITAN DENGAN BUANA AGUNG DAN BHUANA ALIT








sebelum kita membahas tentang kanda pat di sini kita menghormati lontar lontar dan yang menyangkut budaya bali,tidak semua ilmu kanda pat ke jalan yang salah,tergantung orang yang membawanya ke arah tuhan atau ke arah setan.

Kanda Pat (empat) adalah filosofi kehidupan masyarakat Bali,Jika dapat memahami hakekatnya ilmu ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan spiritual.

Kanda Pat atau Kanda Empat sejatinya sebuah petuah tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan alam semesta dengan segala sifat-sifatnya. Bahwa antara tubuh manusia yang disebut bhuana alit dengan alam semesta yang disebut bhuana agung memiliki kesamaan sifat dan saling terkait. Manusia senantiasa beradaptasi dan berbaur dengan alam. 

Kalau jagad raya ini dipilah menjadi empat bagian yaitu utara, timur, selatan dan barat, manusia yang juga disebut alam mikrokosmos, menurut konsep Kanda Pat, juga dibagi menjadi empat bagian.Bagian-bagian itu sudah ditempel sejak manusia berada dalam kandungan. 

Keempat saudara ini yang memelihara dan menjaga janin sewaktu masih dalam kandungan. Ketika lahir, keempat saudara tersebut berpisah. 

Setelah manusia berumur empat tahun, keempat saudara tersebut saling melupakan, dan mencari dunianya sendiri-sendiri. 

Kemudian keempat saudara tersebut dengan kuat melakukan tapa yasa dan berganti nama lagi. Anggapati bergelar Begawan Penyarikan berkedudukan di timur, sedangkan di tubuh manusia tempatnya di kulit. Prajapati bergelar Begawan Mercukunda berkedudukan di selatan, dalam tubuh manusia letaknya di daging. Banaspati menjadi Begawan Shindu Pati berkedudukan di barat, dalam tubuh manusia tempatnya di urat.Banaspatiraja menjadi Begawan Tatul, berkedudukan di utara, dalam tubuh manusia tempatnya di tulang. 

Keempat saudara ini menempati tubuh manusia dan alam semesta (makrokosmos) sebagai sumber kekuatan .Dalam dunia spiritual kekuatan itu dilambangkan dengan Dasa Aksara. 


Wednesday 2 November 2016

kisah Danghyang Niartha di pura tanah lot




Salah satu cerita menarik tentang penyebaran agama Hindu di Bali adalah cerita dari Tanah Lot. Tanah Lot berarti tanah ditengah laut. Seperti yang kita ketahui, Tanah Lot memang terletak beberapa meter dari bibir pantai, sepreti sebuah pulau yang memisahkan diri. Saat airsurut, wisatawan bisa mengunjungi Tanah Lot dengan berjalan kaki.

 Saat air pasang, Tanah Lot benar-benar terlihat serpti sebuah pulau kecil yang hanya berisi pura di pinggir pantai. Sejarah Tanah Lot taklepas dari sejarah penyebaran agama Hindu di Bali. 

Pura yang ada di Tanah Lot adalah pura yang dibangun oleh salah satu orang yangmenyebarkan ajaran Hindu di Bali.Orang itu adalah Danghyang Niartha,seorang guru dari Jawa Timur yang berniat menyebarkan agama Hindu di Bali.

 Kedatangannya disambut baik oleh raja Dalem Waturenggong, raja yang menguasai Bali kala itu. Raja Dalem Waturonggeng menyambut Danghyang Niartha dengan baik. Maka ia menyebarkan agama Hindu setiap harinya dari desa ke desa di setiap sudut Pulau Bali. 

Suatu hari dalam perjalanannyamenyebarkan agama Hindu, Danghyang Niartha menemukan sebuah cahaya suci dari tenggara. Iamengikuti terus sinar suci tersbut karena penasaran, hingga sinar suci tersebut kemudian membawanya pada sebuah mata air.

  Di mata air tersebut Danghyang Niartha menemukan sebuah tempat yang sangat indah, tak jauh dari situ ia menemukan batu karang berbentuk burung yang kemudian ia namai Gili Beo.Pada saat itu masih banyak masyarakat Bali yang menuhankan manusia. Salah satunya adalah Bendesa Beraban yang dituhankan oleh beberapa masyarakat. 

Danghyang Niartha dimusuhi Bendesa Beraban karena sedikit demi sedikit warganya banyak yang beralih menganut ajaran yang disebarkan oleh Danghyang Niartha. Maka ia bermeditasi dan melakukan pemujaan pada Dewa Laut di tempatyang indah tersebut. 

Dengan kekuatannya, Danghyang Niartha kemudian memindahkan tempat tersebut ke tengah laut untuk melindungi dirinya dari Bendesa Beraban. Selain itu, Danghyang Niartha juga menciptakan ular-ular dari selendangnya untuk melindunginya dari serangan Bendesa Beraban. Sampai saat ini masih ada ular-ular di sekitar Tanah Lot yang konon adalah ular-ular penjaga Danghyang Niartha.

Karena kegigihan Danghyang Niartha, ia bukan hanya bisa melidungi diri dari Bendesa Beraban, ia bahkan bisa membuat Bendesa Beraban mengikuti ajarannya. Setelah berhasil menyebarkan agama Hindu di Bali, Danghayng Niartha melanjutkan perjalanannya dan mewariskan Keris Jarmanera atau Keris Ki Baru Gajah pada Bendesa Beraban. Keris itu masih ada dan dirawat sampai saat ini di dalam pura Tanah Lot. Keris tersebut bahkan diupacarakan pada hari raya Kuningan. Hari raya ini diperingati setiap 210 hari sekali sesuai kalender Bali atau juga dikenal dengan nama Buda Wage Lengkir.

MENGENAL TARI BARIS POLENG / TEKOK JAGO




Bicara tentang seni ada bayak seni yang ada di bali,dan saya ingin mengulas salah satu tarian sakral budaya bali yaitu tari baris poleng atau ketekok jago.
Tari ini sangat jarang di jumpai sampai saat ini.tari ini biasanya di jumpai di desa darmasaba badung dan tangguntiti denpasar.
Tari ini biasanya di pakai sebagai upacara tertentu seperti manusa yadnya dan pitra yadnya.
Tari baris ini biasanya di tarikan berkelompok dan di iringi gambelan khas baris ketekok jago atau baris poleng.
Bicara tentang tarian dan fingsinya sekarang kita akan bahas sejarah tari baris poleng atau tari baris ketekok jago ini.
SEJARAH :Literatur tertua yang mengungkap tentang Baris adalah Lontar Usana Bali yang menyatakan : setelah Mayadanawa dapat dikalahkan maka diputuskan mendirikan empat buah kahyangan di Kedisan , Tihingan ,Manukraya dan Kaduhuran. 
Begitu kahyangan berdiri megah, upacara dan keramaian pun diadakan dimana para Widyadari menari Rejang, Widyadara menari Baris dan Gandarwa menjadi penabuh. 
Legenda Mayadanawa tersebut terjadi pada saat Bali di perintah Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa sebagai raja keempat dari Dinasti Warmadewa yang memerintah dari tahun 962 hingga 975. 
Dengan demikian dapat disimak bahwa pada abad X sudah ada Tari Baris, namun bentuknya apakah sama dengan Baris upacara yang ada sekarang, memerlukan perenungan lebih mendalam.
Fungsi :Untuk kepentingan upacara Pitra Yadnya dan bahkan juga untuk upacara Dewa Yadnya.Sebagian besar masyarakat menanggap tarian ini menjadi pengiring jenazah ke alam nirwana.
Sementara tarian sakral itu lebih menonjolkan makna yang tersirat ketika para penari melakoninya.Para penari pun tak sembarangan menggerakkan tangan dan kakinya.
Struktur Pertunjukan :Pelaku/Penari Jumlah penari seluruhnya 20 (dua puluh) orang,semuanya laki-laki. Seperti halnya, di tempat lain, maka dari sejumlah penari tersebut dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yakni: sebagian menjadi angsa dan sebagiar besar lainnya menjadi burung gagak. 
 Nama “Tekok Jago ” berasal dari peran yang dibawakan oleh penari yang merupakan jenis burung dan unggas.Tata Busana ,Busana atau kostum yang dipergunakan pada waktu menari terdiri dari ,Gelungan Celana panjang warna putih tetapi pada bagian bawahnya ada strip strip hitam putih (poleng).
Baju lengan panjang pada badan warna hitam putih kotak-kotak, lengan berwarna lurik (putih, kuning, hijau, dan hitam).Kain Putih Saput, warna hitam putih (poleng) Badong; hiasan leher Iringan Tari Baris Tekok Jago menggunakan  instrumen, kecuali gambelan terompong.
Adapun jenis jenis gambelan/instrumen yang dipakai adalah :Kendang 2 (dua) buahSuling ,CengcengGiying / pengugalPemade 4 (empat) buahKantil 4 (empat) buahJublag 2 (dua) buahKajarKenongReongJegogan 2 (dua) buahKempur dan gongSedangkan lagu-lagu yang dipergunakan adalah :Lagu OmangLagu BarongLagu KaleLagu Pengeset Jauh luh.